GfG9TpY5BSMpGSA7GUY0BSMoBY==

Slider

Fizzband: Kisah Anak Fisika yang Salah Jurusan Seni

JejakBD.web.id - Fizzband: Kisah Anak Fisika yang Salah Jurusan Seni

Berawal dari Artefak

Beberapa hari lalu, saya lagi iseng bongkar-bongkar album foto lama di rumah orangtua.

Tiba-tiba mata saya tertumbuk pada satu foto yang bikin saya senyum sendiri: kami—anak-anak jurusan Fisika—lagi ngeband di panggung pentas seni sekolah, sekitar 30 tahun yang lalu.

30 tahun berlalu masih bisa ngumpul, minus si adik kelas pemain keyboard
Ya, ngeband. Di panggung. Lengkap dengan drum, gitar, vokal, dan gaya sok rockstar.

Padahal kalau dinilai dari bakat seni, kami ini bisa dibilang “kekurangan sumber daya”.

Mayoritas dari kami lebih jago ngitung integral daripada menyetel nada. Tapi entah kenapa, waktu itu rasanya seru aja.


Awalnya Kami Cuma "Anak Gunung"

Waktu itu, kami belum mikir soal band. Saya dan beberapa teman di jurusan Fisika lebih sering ngumpul karena hobi naik gunung.

Bukan hobi yang terlalu serius juga—kami lebih tepatnya ikut-ikutan. Kalau ada yang ngajak naik, ya ikut.

Kalau enggak, ya ngopi sambil ngobrol soal fisika kuantum yang nggak kami pahami juga.

Tapi tongkrongan ini lama-lama akrab. Dari sekadar logistik pendakian sampai curhat soal tugas fisika yang bikin kepala berasap.

Sampai suatu hari, waktu kami kelas 2, sekolah ngadain acara perpisahan untuk kakak kelas 3. Ada pertunjukan seni dan band-band dari berbagai jurusan ikut tampil.


"Yuk, Kita Bikin Band Anak Fisika!"

Ide gilanya muncul di tongkrongan, seperti biasa. Salah satu teman tiba-tiba nyeletuk, "Yuk, kita bikin band anak-anak fisika." Katanya sih dia bisa main drum.

Teman lain nyahut, "Gue bisa gitar, tapi dikit-dikit." Lalu sobat akrab saya dengan pede bilang, "Gue vokalis aja deh." Ya sudah, daripada bengong, kami bentuk band.

Dan lahirlah… Fizzband—singkatan nyeleneh dari Fisika Band. Nama yang agak maksa, tapi waktu itu terasa keren banget.

Saya? Masih jadi penonton setia waktu latihan. Ikut ramai aja. Gitar pun baru saya pelajari secara otodidak, kadang lebih banyak pegang gitar daripada ngerti kordnya.



Tiba-Tiba Harus Manggung

Menjelang hari H pertunjukan, salah satu teman yang biasa main gitar rhythm nggak bisa hadir.

Saya lupa alasannya apa, mungkin lagi ulangan susulan atau disuruh jaga adik. Intinya, saya yang waktu itu masih level "kord C aja salah jari" tiba-tiba dipaksa menggantikannya.

Bayangkan: anak fisika, masih belajar gitar, disuruh main di depan orang sekolahan. Deg-degan? Jangan ditanya. Tapi ya sudahlah, siapa suruh ikut tongkrongan.


Lanjut ke Festival Meski Tak Pernah Juara

Fizz Band nggak berhenti di situ. Kami terus latihan, tampil di beberapa festival sekolah lain.

Untuk memberi sedikit warna pada genre slow rock yang kami usung, kami mengajak seorang adik kelas yang jago main keyboard.


Adik kelas pemain keyboard pada Fizzband - foto diubah dengan AI, takut kena protes 😁
Dia satu-satunya personil cewek di band kami. Kehadirannya langsung bikin formasi kami terasa lengkap—bukan cuma secara musik, tapi juga suasana.

Soal festival, kami nggak pernah menang. Tapi kami selalu pulang dengan cerita.

Kami memang lebih cocok menyelesaikan soal turunan rumus daripada menyusun harmoni nada. Tapi justru di situlah letak keseruannya.

Dan si pemain keyboard—adik kelas kami—selalu jadi penyeimbang.

Saat kami ribut nyocokin setlist atau salah akor, dia hadir dengan kesabaran dan senyumnya yang adem.

Kalau band ini punya “warna”, maka dialah warna itu.

Sayangnya, pertemanan kami sempat "terputus" ketika kami lulus dan kuliah di luar kota. Setahun kemudian, dia juga merantau untuk kuliah, tapi di kota yang berbeda dengan kami.

Zaman itu belum ada media sosial seperti sekarang. Jadi momen ketemu hanya terjadi kalau kami sama-sama mudik ke kampung halaman. Itupun belum tentu pas waktunya.


30 Tahun Berlalu…

Hari ini, lebih dari 30 tahun sejak foto itu diambil, saya sadar satu hal: Fizband mungkin bukan band legendaris, tapi kenangannya begitu kuat.

Ia lahir dari spontanitas, dijaga oleh kebersamaan, dan dikenang karena kejujurannya.

Kadang, memori indah tak perlu sempurna. Cukup autentik. Dan Fizz Band adalah salah satu momen paling autentik dalam hidup saya sebagai anak Fisika yang (sedikit) nyasar ke seni.

0Komentar

Artikel Meta Info

Sedang memuat...

Sedang memuat...

© Copyright - Jejak Hitam Putih
Berhasil Ditambahkan

Type above and press Enter to search.